Pages

Sunday, January 31, 2010

Sikap Ilmiah dalam Islam

PENDAHULUAN

Dalam islam banyak ayat-ayat al-qur’an yang memerintahkan kita untuk tafakur dan tasykur. Tafakur ialah berefleksi, berfikir tentang alam dan menemukan hukum-hukum alam (sains), tasyakir ialah memperoleh penguasaan atas alam (dengan teknologi). (Jalaludin Rahmat, 1998:147)

Sungguh keagungan Allah SWT sangatlah jelas, Al-Qur’an sebagai wahyunya dengan perintah yang diulang-ulang mengandung perintah untuk bertafakur dan bertasyakir mengejar (sains dan teknologi) sebagai kewajiban bagi muslim.

Tauhid atau keesaan Allah SWT adalah prinsip pertama agama islam dan prinsip setiap yang islami. Merupakan sebuah prinsip bahwa Allah SWT itu tunggal tidak ada suatu apapun yang menandinginya, seperti yang tealh kita pahami dalam konteks Al-Qur’an itu sendiri.

Allah berfirman yang artinya: Katakanlah “ Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlas: 1-4)

Ilmu pengetahuan berawal dari kekaguman manusia akan alam yang dihadapinya, baik alam besar (macro-cosmos) maupun alam kecil (micro-cosmos). Manusia sebagai animal rational dibekali hasrat ingin tahu.

Hasrat ingin tahunya tersebut akan terpauskan kalau dia memperoleh pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakan.

Sumadi Surya Brata (1998) dalam bukunya “metodologi penelitian” menyebutkan ada beberapa pendekatan yang biasanya digunakan ketikaakan memperoleh pengetahuan, yaitu:

1. Pendekatan non ilmiah bisa dikategorikan menjadi: akal, sehat, prasangka, pendekatan intuitif, penemuan kebetulan, dan coba-coba, serta pendapat otoritas ilmiah dan pikiran kritis

2. Pendekatan ilmiah adalah proses pencarian suatu informasi yang dilakukan secara sistematis. Jadi sikap ilmiah ialah sikap yang ditunjukan oleh seseorang yang meneliti tentang suatu ilmu pengetahuan melakukan suatu tindakan secara ilmiah yaitu bersikap ojektif, sitematis, dan lain-lain


ISI

Sumber ajaran Islam adalah wahyu dan sumber ilmu pengetahuan adalah hukum alam ciptaan Tuhan yaitu sunatullah, sedangkan keduanya berasal dari sumber yang satu yakni Allah SWT. Kebenaran ajaran islam dilihat dari wahyu yang disampaikan oleh Allah, sedangkan kebenaran suatu ilmu diukur oleh akal apakah rasional atau bahkan hanya karangan.

Hubungan antara wahyu, akal, dan intelek dapat di ikhtisarkan sebagai berikut akal tidak bertentangan dengan intelek atau wahyu jika digunkan secara benar. Akal sesungguhnya harus melayani intelek dan wahyu Jadi ada kesatuan antara, wahyu, intelek dan akal dalam pengertian bahwa sumber tertinggi mereka adalah satu, yaitu intelek ilahi. (Osman Bakar 1998:99)

Intelek ialah alat yang digunakan untuk pemahaman intuitif untuk mencapai kebenaran-kebenaran transenden, sedangkan akal ialah instrument pemikiran diskursif (fikr).

Sebagaimana Allah berfirman yang artinya:

“Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lau ia bersemayam diatas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-‘Araff: 54)

Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” (QS Ar-Ra’du: 2)

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (Yunus: 3)

Ketika kita membahas ayat-ayat tersebut maka didalamnya menjelaskan: Sesungguhnya apbila ada salah seorang yang bisa menyikapi sebuah keagungan Allah dari ala mini maka sesungguhhnya ia menemukan satu titik dintara titik-titik yang lain. Dari hal itu juga bisa mengantarkan pemahaman pada kita bahwa:

1. Di alam semesta ini hanya ada satu pencipta

2. Hanya ada satu pengatur alam semesta

Dalam hubunganya dengan asumsi ilmu, Dr. Mahdi Gulshani menulis: “Suatu keyakinan kokoh pada prinsip tauhid menjadikan sang peneliti melontarkan pandangan menyeluruh kepada alam, bukan hanya melihat secara sepotong-sepotong hal ini membuatnya mampu menerangkan keselarasan dan tatanan dan koordinasi pada alam, penelitian ilmiah tidak akan memiliki makna universal dan paling banyak nilainya hanya bersifat sementara beberapa ilmuan percaya keberadaan tatanan dan koordinasi pada alam, tanpa mempercayai atau memperhatikan prinsip tauhid tidak akan ada keterangan yang memuaskan.”

Sumber-sumber ilmu pengetahuan:

1. Al-Qur’an dan As-Sunnah

2. Alam semesta

3. Diri manusia (anfus)

4. Tarikh umat manusia

Dalam sebuah penelitian ilmiah, para ilmuan itu sendiri mendapatkan sebuah aturan-aturan yang mengikatnya, dimana hal itu disebut etika.

Jalaludin Rahmat (1998: 171) menyebutkan, etika dalam upaya ilmiah (sikap ilmiah) dibagi menjadi dua:

1. Etika metodologis, adalah seperangkat peraturan prilaku yang berkenaan denganproses ilmiah, misalnya: tidak mungkin seorang ilmuan yang kredibel memalsukan data, melakukan flagiatisme, menyembunyikan informasi, sebab apabila ilmuan tadi melakukan hal tersebut itu berate meninggalkan metode ilmiah itu sendiri.

2. Etika institusional, adalah etika yang mengatur hubungan antara ilmuan dan upaya ilmiah dengan tatanan politik, social, ekonomi dan sekitarnya

Namun etika apapun yang ada, pada akhirnya kembali pada individu itu sendiri, begaimana dia akan bertanggung jawab sebagai khlifah di bumi ini kepada Allah, Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (Al-A’raaf: 10)

Syarat-syarat yang dipakai dalam penulisan suatu karya yang ilmiah adalah:

1. Adanya data-data sebagai sumber dasar penulisan

2. Data-data tersebut dapat dilacak

3. Ketelaitian dan kerapian

4. Mengandung kebenaran

5. Keobjektifan penulis

6. Rasional

7. Uraian yang logis

8. Luas pandangan

9. Ditinjau dari berbagai sumber data

10. Sikap kritis

11. Analistis

12. Tidak hanya bersifat deskriptif

13. Adanya masalah

14. Adanya kesimpulan

(Pror. Dr. Harun Nasution, 1998: 328-323)


RINGKASAN/ ARGUMENTASI

Suatu keimanan yang dimiliki oleh seorang muslim serta ketauhidannya yang melekat pada prinsip hidupnya, akan mennjadikannya sebagai untuk selalu melaksanakan apa yang menjadi perintah Allah SWT termasuk didalamya perintah untuk mengambil pelajaran ciptaan-Nya, dan hal itu juga akan mengantarkannya menjadi seseorang yang berpikir ilmiah bahkan menjadikannya ilmuan. Seorang ilmuan muslim akan bertanggung jawab atas prilakunya denganmenempatkan akal dibawah otoritas Tuhan.

Disamping itu seorang ilmuan yang melaksanakan tugasnya akan sesuia dengan prilaku aturan dan etika yang telah ditentukan. Pada titik tertentu akan bersikap sama seperti seorang muslim yang mengaplikasikan keimanan serta tauhidnya. Karena pada titk itu mereka mempercayai bahwa lam yang mereka jadikan sebagai objek penelitianadalah salah satu ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan, sehingga perlu untuk mereka lestarikan.

Berikut dapat digambarkan diagramatif konsep islam yang mencakup sifat dasar penelitian ilmiah:


PENUTUP

Kefahaman akan suatu ilmu pengetahuan membuat seseorang akan menyadari serta memperkuat keyakinannya bahwa nada yang lebih tinggi kedudukan serta yang serba lebih memahami segalanya yaitu dialah Tuhan pencipta alam semesta, Allah SWT. Serta keimanan seseorang terhadap keesaan Allah membuat dia selalu mengambil hikmah serta ilmu dari setiap apa yang telah diciptakan oleh-Nya, dan menyadari bahwa apa yang ia dapat semata-mata hanya untuk kepentingan umat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah yang dimiliki seseorang serta keimanan dan tauhid adalah bagian yang saling berkaitan erat, serta memperkuat bagian-bagiannya (korelasi), keduanya saling menguntungkan (simbiosis mutualisme)

0 comments:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment